Sejak dulu ibu selalu bilang kalau di bulan ada kucing... dan aku percaya..

Jumat, 30 November 2012

Negri senyum..


  Kalian pernah dengar cerita tentang seorang gadis yang terjatuh masuk ke lobang kelinci, dan kemudian masuk ke sebuah dunia ajaib ? Aku pernah mendengarnya sewaktu kecil dulu. Dunia yang dihubungkan lewat lubang kelinci, dimana ulat menghisap cerutu, kucing bisa terbang, dan burung hantu menjadi anggota parlemen.

  Aku tidak heran ada dunia ajaib seperti dalam cerita itu, karena aku juga tinggal di dunia yang sama ajaibnya. Hanya saja jalan masuk ke duniaku ini bukan melewati lubang kelinci, melainkan lubang semut. Lubang semut jauh lebih kecil dari lubang kelinci, karena itu para pendiri dunia kami memilih lubang semut sebagai pintu penghubung antara dunia kalian dan dunia kami. Mereka ingin memastikan tak ada anak perempuan maupun anak laki-laki manapun yang terpeleset jatuh kedalamnya.

  Di negri kami penduduknya semua murah senyum, tak ada satupun diantara penduduk negri ini yang tidak tersenyum. Senyum adalah bahasa kami, bahkan senyum adalah mata uang kami, karena hampir di semua pusat keramaian di kota-kota negri ini terdapat pasar-pasar tempat kami saling menjual dan membeli senyum.


  Negri kami sangat indah, dengan pegunungan hijau menjulang tinggi hingga ke awan  dan sungai-sungai bening yang membentang melintasi penjuru negri. Di setiap sudut negri terdapat taman-taman indah tempat para petani negri kami menanam tanaman pokok negri ini.

  Sttt.. jangan beritahu siapa-siapa, ini rahasia, kami tidak pernah memberitahukan ini sebelumna pada siapapun.

  Kami semua menanam bunga poppy sebagai tanaman pokok negri ini, sebagai bahan pangan utama negri ini. Semua makanan, minuman, bahkan rokok, kami produksi dari tanaman ini. Itulah rahasia mengapa penduduk kami selalu tersenyum. Karena bunga poppy lah sumber segala kebahagiaan dan senyuman bagi penduduk negri kami.

  Baiklah, sekarang kalian sudah mengetahui rahasia negri kami kan ? Kalau begitu, kenapa tidak kalian tinggal di negri kami saja ? Caranya mudah, tinggal mencari lubang semut. Mulailah dengan mencari di halaman rumah kalian.

Selasa, 27 November 2012

Tetanggaku bukan orang.

 Aku punya beberapa tetangga, di lingkungan rumahku yang mengharuskan setiap penghuni rumah memiliki tetangga. Tidak bisa tidak, karena rumah-rumah di lingkungan kami saling berdekatan satu sama lainnya. Bagiku itu lebih baik daripada tidak punya tetangga sama sekali.

 Tetangga rumah yang sebelah kiri pernah berkata padaku bahwa ia sering melihat hantu, hantu pencuri jiwa yang gemar menggotong-gotong mayat kemanapun ia pergi. Hantu yang selalu diikuti hantu lain yang lebih kecil, mungkin itu anaknya atau adiknya, entahlah. Katanya, hantu yang lebih kecil punya banyak telinga, dan kedua tangannya masing-masing memegang payung. Tangan kanannya memegang payung berwarna merah, penuh gambar, sedangkan tangan kirinya memegang payung hitam yang tidak ada gambarnya samasekali. 

  Tetangga rumah yang sebelah kanan pernah berkata padaku bahwa di halaman rumahku, tepatnya dibawah pohon rambutan, ada kuburan cermin. Dia bilang, dulu ada seseorang yang menitipkan sebagian jiwanya dalam cermin, dan karena satu dan lain hal, ia tak sengaja memecahkan cermin tempat sebagian jiwanya dititipkan. Karena sebagian jiwanya telah hilang bersama cermin, dia sudah bukan manusia utuh lagi, barangkali setengah manusia.

 Tetangga rumah yang rumahnya berhadapan denganku pernah berkata padaku, bahwa tetanggaku yang sebelah kanan dan tetanggaku yang sebelah kiri sebenarnya adalah saudara kembar. Yang lahir dari rahim ibu yang berbada, dan ayah yang juga berbeda. Katanya dulu ada dewa dari langit yang sibuk mencari rahim wanita, yang akan dengan sukarela mengandung putri kembarnya yang saat itu masih di dalam kandungan istri sang dewa yang sedang sekarat. Dan ada dua wanita yang menyanggupi permintaan tersebut, hanya saja karena tidak dapat memutusakan mana yang lebih pantas, sang dewa lalu memberikan masing-masing satu janin dalam rahim kedua wanita itu. 

 Tetangga rumah yang rumahnya kubelakangi tidak pernah berkata apa-apa. Banyak yang bilang, pita suaranya tertelan dirinya sendiri, tertelan saat sedang makan siang, tertelan karena makan dengan terburu-buru, atau mungkin tertelan karena lupa minum. Pita suaranya kini ada di dalam perutnya, karena itu ia mungkin mahir berbicara suara perut, tapi aku tidak pernah sekalipun mendengar ia bicara, tidak dengan perut, tidak juga dengan mulut.

  Aku sendiri tidak pernah berkata apapun pada tetangga manapun, aku hanya mendengar cerita-cerita mereka saja, aku hanya mau berkata pada diriku sendiri, karena hanya diriku sendiri yang aku percayai...

 Tetanggaku semua bukan orang...

Senin, 26 November 2012

Setiap lewat tengah malam, aku dijemput oleh masa silam..


 Aku tidak tidur lagi malam ini, seperti malam kemarin dan malam sebelumnya. Entah kenapa sepi mengurungku dari tepi ke tepi sejak jauh menuju kedatangan matahari. Ada yang aku pikirkan, tapi entah apa. Entah sesal atau kenangan-kenangan yang mengurungku dalam keterasingan.

 Aku setengah berbaring di tempat tidur besi peninggalan ayah. Dulu kata ayah dibawah tempat tidur ini ada lubang waktu. Ayah sering bercerita kalau ayah sering berkunjung ke masa saat almarhum saudara kembarnya masih hidup, lewat lubang waktu di bawah ranjang besi ini.

 Aku percaya cerita ayah, ayah tidak pernah bohong padaku. Sepanjang aku mengenalnya sejak aku kecil hingga beliau meninggal, aku percaya semua yang dikatakannya. Hanya saja beliau tidak pernah mengatakan padaku cara memasuki lubang waktu itu. Padahal mungkin aku bisa bertemu dengan ayah kembali di masa lalu dengan lubang waktu.

  Tepat pukul dua belas udara terasa kian hangat, seketika tercium bau ayah, bau parfum yang sering dikenakan ayah, baunya tercium jelas dari bawah ranjang besi, makin merebak ke seluruh isi ruangan kamar.

  Ayah disini.. ayah disini..

 Aku tau ayah hadir disini, lewat lubang waktu yang sering beliau ceritakan. Lewat lubang waktu yang sama yang beliau gunakan untuk bertemu dengan almarhum kembarannya. Aku tahu ayah tak pernah berbohong, aku tahu semua yang ayah katakan itu benar.

 Malam ini aku dijemput oleh masa silam... begitupun malam-malam berikutnya...

Di pundak ibu ada bekas luka.

 

 Aku tak ingin Ibu muda terus, aku ingin Ibu tak berhenti menua, aku ingin usia Ibu terus bertambah dan bertambah, menua dan terus menua. Aku tak mau Ibu berhenti menua, karena itu berarti Ibu berhenti hidup. Kalau Ibu berhenti hidup, aku berhenti jadi seorang anak. Ah, aku masih betah jadi seorang anak, jadi anak Ibu.

 Aku ingat dulu sewaktu kecil sekali, aku pernah lihat pundak Ibu, ada bekas luka, hitam dan cukup jelas. Sekali watktu kutanyakan dari mana asalnya luka itu. Ibu hanya tersenyum, sembari mencium keningku, katanya: "Di pundak Ibu ada kamu, kamu diberikan Tuhan kepada Ibu sebagai beban berat yang harus Ibu tanggung, tapi sekaligus sebagai anugrah terbesar yang pernah Ibu dapatkan, luka itu hasil kain yang dipakai untuk menggendongmu nak, juga menggendong adik-adikmu".

 Aku tak pernah lagi melihat luka itu, tak pernah juga menanyakan tentang luka itu, tapi luka di pundak ibu jelas mencerminkan rasa sayang ibu pada anak-anak nya.

 Hingga saat ini ibu masih belum berhenti menua, dan aku masih jadi seorang anak ibu.

Kakek meninggal.. Kakek meninggal.. !

 
 Coba perhatikan.. segera setelah kebanyakan orang tertidur lelap, semua pohon-pohon dalam pot berubah menjadi pohon-pohon besar dengan cabang mencapai langit. Kakek tau soal itu, karena kakek tidak penah tidur. Kakek tidak pernah tidur walau nenek selalu memarahinya jika masih bangun hingga larut malam. 

 Katanya kakek pernah melihatnya, pohon-pohon dalam pot tumbuh tak karuan menembus ke awan, batang yang kokoh memudahkan kakek memanjat, kakek memanjat pohon tinggi menuju awan.

 Hari itu semua anggota keluarga sibuk saling mengabari satu sama lain.. kakek meninggal.. kakek meninggal.. Semua keluarga yang berjauhan berdatangan ke rumah kakek. Keluarga yang sebelumnya tidak pernah menengok kakek, tiba-tiba berdatangan dari berbagai penjuru kota. Kakek meninggal, besok jenazahnya dimakamkan.

 Aku tau kakek tidak meninggal, beliau pergi ke awan menaiki pohon dalam pot, pohon yang setiap hari dirawatnya di kebun kecilnya, pohon yang akhirnya mengantarnya ke surga. Kakek sedang menungguku diatas sana, karena kelak aku juga akan kesana menaikki pohonku sendiri, pohon yang kurawat setiap hari.. seperti kakek..